Rabu, 11 Juni 2014



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.   Konsep Dasar Masa Nifas
1.    Pengertian Masa Nifas
a.    Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Sarwono 2010;356).
b.    Periode pascapartum adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan akhir periode intrapartum) hingga kembalinya traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil (Varney dkk, 2007).
c.    Masa nifas (puerperium) dimulai setelah lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu.
( Maternal Dan Neonatal, 2002).
d.    Masa puerperium normal adalah waktu yang diperlukan agar organ genetalia interna ibu kembali menjadi normal secara anatomis dan fungsional yaitu sekitar 6 minggu. ( I.B.G Manuaba dkk, 2007).
e.    Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saleha, 2009).
2.    Tujuan Masa Nifas
Tujuan dari pemberian asuhan masa nifas kebidanan pada masa nifas adalah sebagai berikut :
a.    Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis.
b.    Mendeteksi masalah, mengobati, dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
c.    Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui, imunisasi, serta perawatan bayi sehari – hari.
d.    Memberikan pelayanan KB. (Saleha, 2009)
3.    Tahapan
Tahapan yang terjadi pada masa nifas adalah sebagai berikut :
a.    Periode immediate postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokia, tekanan darah, dan suhu.
b.    Periode early postpartum (24 jam – 1 minggu)
Pada fase ini bidan memastikan involusi dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyususi dengan baik.
c.    Periode late postpartum (1 minggu – 5 minggu)
Pada perode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB. (Saleha 2009;5-6)
4.    Perubahan Fisiologi
a.    Sistem reproduksi
         Perubahan alat-alat genital baik interna maupun eksterna kembali seperti semula seperti sebelum hamil disebut involusi. Bidan dapat membantu ibu untuk mengatasi dan memahami perubahan-perubahan seperti :
1)    Involusi uterus
Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil. Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
a)    Iskemia miometrium. Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus menjadi relatif anemia dan menyebabkan serat otot atrofi.
b)    Atrofi jaringan. Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon estrogen saat plasenta.
c)    Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi didalam uterus.
d)    Efek oksitosin. Perubahan-perubahan normal pada uterus selam post partum adalah sebagi berikut :
Tabel 2.1 Proses Involusio
Involusi uteri
Tinggi fundus uteri
Berat uterus
Diameter uterus
Plasenta lahir
Setinggi pusat
1000 gram
12,5 cm
7 hari (minggu pertama)
Pertengahan pusat dan simpisis
500 gram
7,5 cm
14 hari (minggu 2)
Tidak teraba
350 gram
5 cm
6 minggu
Normal
60 gram
2,5 cm
                        Sumber : Damai Y 2014 ; 11.
Involusi uteri dari luar dapat diamati dengan memeriksa fundus uteri dengan cara (Eny RA 2010 ; 77)
a.    Segera setelah persalinan, tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat dan menurun kira-kira 1 cm setiap hari.
b.    Pada hari ke dua setelah persalinan tinggi fundus uteri 1 cm dibawah pusat. Pada hari ke tiga sampai hari ke empat tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat. Pada hari ke lima sampai hari ke tujuh tinggi fundus uteri setengah pusat simfisis. Pada hari ke sepuluh tinggi fundus uteri tidak teraba. Bila uterus tidak mengalami atau terjadi kegagalan dalam proses involusi disebut dengan subinvolusi. Subinvolusi dapat disebabkan oleh infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta / perdarahan lanjut (post partum haemorrahge) (Eny RA 2010 ; 77)
2)    Perubahan ligamen
Setelah bayi lahir, ligamen dan diafragma pelvis fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan saat melahirkan, kembali seperti sediakala (Damai Y 2014 ; 57)
3)    Perubahan pada serviks
Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terkulai dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri berkontraksi (Damai Y 2014 ;57).
4)    Lochia
Akibat involusi uteri, lapisan luar decidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Percampuran antara darah dan desidua inilah yang dinamakan lochia. Pengeluaran lochia dapat dibagi menjadi lochia rubra, sanguilenta, serosa  dan alba. Perbedaan masing-masing lochia dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 2.2 Perbedaan masing – masing lochea
Lochia
Waktu
Warna
Ciri-ciri
Rubra
1-3 hari
Merah kehitaman
Terdiri dari sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekonium dan sisa darah.
Sanguilenta
3-7 hari
Putih bercampur merah
Sisa darah bercampur lendir.
Serosa
7-14 hari
Kekuningan / kecoklatan
Lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta.
Alba
>14 hari
Putih
Mengandung leukosit, selaput lendir, serviks dan serabut jaringan mati.
Sumber : Damai Y 2014 ; 57-58.

5)    Perubahan vulva, vagina dan perineum
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan. Setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam keadaan kendor  (Damai Y 2014 ; 58-59).
6)    Payudara (mammae)
Payudara atau mammae adalah kelenjar yang terletak dibawah kulit, diatas otot dada. Secara makroskopis, struktur payudara terdiri dari korpus (badan), areola dan papilla atau puting. Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu (ASI) sebagai nutrisi bagi bayi. Sejak kehamilan trimester pertama kelenjar mammae sudah dipersiapkan untuk menghadapi masa laktasi. (Dewi M 2012 ; 21-22)
Pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, termasuk air, sampai bayi berumur 6 bulan. Alasan ASI diberikan ASI sampai 6 bulan yaitu komposisi ASI cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan, bayi saat berumur 6 bulan sistem pencernaannya sudah matur, jaringan usus bayi sehingga kemungkinan kuman/protein dapat langsung masuk sistem peredaran darah yang menimbulkan alergi, pori – pori tersebut tertutup saat bayi berumur 6 bulan.
Berkaitan dengan ASI, bidan memiliki tugas utama diantaranya seperti memberdayakan perawatan payudara, cara menyusui, merawat tali pusat dan memandikan bayi. Bidan dapat mengajarkan kepada ibu bagaimana cara merawat payudara dan perawatan tersebut dan dapat dilakukan oleh ibu sendiri. Ibu dapat melakukan perawatan payudara selama menyusui dengan cara sebagai berikut :
a)    Ibu dapat mengatur ulang posisi menyusui jika mengalami kesulitan.
b)    Untuk mencagah lecat dan retak oleskan sedikit ASI ke puting, keringkan dulu sebelum memakai pakaian.
c)    Jika ibu mengalami mastitis/tersumbatnya saluran ASI anjurkan ibu untuk tetap memberikan ASI.
Teknik menyusui juga penting karena keberhasilan pemberian ASI juga tergantung cara menyusuinya. Jika ibu menyusui posisi yang benar dengan cara bayi menghadap ke perut ibu, telinga bayi berada satu garis denan lengan, menyentuh bibir bayi dengan tangan/puting, agar mulut bayi terbuka, arahkan mulut bayi ke puting, masukkan puting  ke mulut  bayi.
b.    Sistem pencernaan
         Ibu yang melahirkan secara spontan biasanya lebih cepat lapar karena telah mengeluarkan energi yang begitu banyak pada saat proses melahirkan. Buang air besar biasanya mengalami perubahan pada 1-3 hari pertama postpartum. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan tonus otot selama proses persalinan ( Damai Y 2014: 59-60).
c.    Sistem perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk buang air kecil dalam 24 jam pertama. Urine dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam 12-36 jam post partum  (Ari S 2009 ;78-79).
d.    Sistem muskuloskletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh-pembuluh darah yang berada diantara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta dilahirkan (Dewi M 2012 ;29-30).
e.    Sistem endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin. Hormon-hormon yang berperan pada proses tersebut adalah
1)    Hormon plasenta (Ary S 2009 ; 80)
               Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan, HCG (human chorionic gonadotropin) menurun dengan cepat dan menetap.
2)    Hormon pituitary (Damai Y 2014 ; 66).
               Hormon pituitary antara lain hormon prolaktin, FSH dan LH. Hormon prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyususi menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ketiga dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.
3)    Hipotalamik  pituitary ovarium . (Eny A 2010 ;83-84)
               Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan mempengaruhi lamanya ia mendapatkan menstruasi.
4)    Hormon oksitosin (Damai Y 2014 ; 67)
               Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bahian belakang, bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga meencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI  dan sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu involusi uteri.
5)    Hormon estrogen dan progesterone (Damai Y 2014;67)
               Volume darah normal selama kehamilan, akan meningkat. Hormon estrogen yang tinggi akan memperbesar hormon anti diuretik yang dapat meningkatkan volume darah. Sedangkan hormon progesterone mempengaruhi otot halus yang yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva serta vagina.
f.     Tanda-tanda vital (Dewi M 2012 ;24)
            Tanda- tanda vital merupakan tanda-tanda penting pada tubuh yang dapat berubah bila tubuh mengalami gangguan atau masalah. Tanda-tanda vital yang berubah selama masa nifas adalah
1)    Suhu badan ( Eny R 2010; 84)
               24 jam post partum suhu badan akan naik sedikit (37,5 – 38 ˚ C) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan. (Eny R 2010 ; 84)
2)    Nadi ( Eny R 2010; 85)
               Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali permenit. Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi akan lebih cepat. Setiap denyut nadi yang melebihi 100 adalah abnormal dan hal ini mungkin disebabkan oleh infeksi atau perdarahan post partum yag tertunda.
3)    Tekanan darah
               Tekanan darah manusia normal adalah sistolik antara 90-120 mmHg dan diastolik 60-80 mmHg. Pasca melahirkan pada kasus normal, tekanan darah biasanya tidak berubah (Damai Y 2014 ; 68).
4)    Pernapasan
               Frekuensi pernafasan normal berkisar antara 18- 24  kali permenit. Keadaan pernapasan biasaya berhubungan dengan suhu dan nadi (Dewi M 2012 ; 25)
g.    Sistem kardiovaskuler
            Perubahan hormone selama hamil dapat menyebabkan terjadinya hemodilusi sehingga kadar hemoglobin (Hb) wanita hamil biasanya sedikit lebih rendah dibandingkan dengan wanita tidak hamil. Setelah janin dilahirkan, hubungan sirkulasi darah tersebut akan terputus sehingga volume darah ibu relativ akan meningkat. Biasanya ini terjadi sekitar 1- 2 minggu setelah melahirkan (Dewi M 2012 ; 26)
h.    Sistem hematologi
            Pada hari pertama post partum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun, tetapi darah akan mengental sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah ( Ari S 2009 ; 82).
5.    Kebutuhan dasar masa nifas
a.    Nutrisi dan cairan
            Ibu nifas harus mengkonsumsi makanan yang mengandung zat – zat yang berguna bagi tubuh ibu pasca melahirkan dan untuk persiapan memenuhi produksi ASI, bervariasi dan seimbang, terpenuhi kebutuhan karbohidrat, protein, zat besi vitamin dan mineral.
Nutrisi yang dikonsumsi harus bermutu tinggi, bergizi dan mengandung cukup kalori yang berfungsi untuk proses metabolisme tubuh. Kebutuhan kalori wania dewasa yang sehat dengan berat 47 kg diperkirakan 2.200 kalori/perhari. Ibu yang berada dalam masa nifas dan menyusui membutuhkan  kalori  yang sama dengan wanita dewasa, ditanbah dengan 700 kalori pada 6 bulan pertama untuk memberikan ASI eksklusif dan 500 kalori pada bulan ke tujuh dan selanjutnya.
Ibu juga dianjurkan untuk minum setiap kali menyusui dan menjaga kebutuhan hidrasi sedikitnya 3 liter setiap hari. Tablet besi masih tetap diminum untuk mencegah anemia, minimal sampai 40 hari post partum. Vitamin A (200.000 IU) dianjurkan untuk mempercepat proses penyembuhan pasca salin dan mentransfer nutrisi ke bayi melalui ASI.
b.    Ambulasi
Mobilisasi sebaiknya dilakukan secara bertahap. Diawali dengan gerakan miring ke kanan dan kiri di atas tempat tidur. Mobilisasi ini tidak mutlak, bervariasi tergantung pada ada tidaknya komplikasi persalinan, nifas dan status kesehatan ibu sendiri. Tujuan dari ambulasi ini adalah untuk membantu menguatkan otot – otot perut dengan demikian menghasilkan bentuk tubuh yang baik, mengencangkan otot dasar panggul sehingga memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh tubuh. 
c.    Eliminasi
Memasuki masa nifas, ibu diharapkan untuk berkemih dalam 6 – 8 jam pertama. Pengeluaran urin masih tetap dipantau dan diharapkan setiap kali berkemih urin masih tetap dipantau dan diharapkan setiap kali berkemih urin yang keluar minimal sekitar 150 ml. Ibu nifas yang mengalami kesulitan dalam berkemih kemungkinan disebabkan oleh menurunnya tonus otot kendung kemih, adanya edema akibat trauma persalinan dan rasa takut timbulnya rasa nyeri setiap kali berkemih.
Kebutuhan untuk defekasi biasanya timbul pada hari pertama sampai hari ke tiga post partum. Kebutuhan ini dapat terpenuhi bila ibu mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi serat, cukup cairan dan melakukan mobilisasi dengan baik dan benar.
d.    Kebersihan diri / perineum
Kebersihan adalah keadaan bebas dari kotoran, termasuk di antaranya debu, sampah, bau, virus, bakteri patogen dan bahan kimia berbahaya. Kebersihan merupakan salah satu tanda dari keadaan hygiene yang baik. Pada masa nifas yang berlangsung selama lebih kurang 40 hari, kebersihan vagina perlu mendapat perhatian lebih. Vagina merupakan bagian dari jalan lahir yang dilewati janin pada saat proses persalinan. Kebersihan vagina yang tidak terjaga dengan baik pada masa nifas dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada vagina itu sendiri yang dapat meluas sampai ke rahim.
            Beberapa alasan perlunya meningkatkan kebersihan vagina masa nifas adalah :
1)    Adanya darah dan cairan yang keluar dari vagina selama msa nifas yang disebut lochea.
2)    Secara anatomis, letak vagina berdekatan dengan saluran buang air kecil ( meatus eksternus uretrae) dan buang air besar ( anus ) yang setiap hari kita lakukan. Kedua saluran tersebut merupakan saluran pembuangan ( muara eksreta) dan banyak mengandung mikroorganisme patogen.
3)    Adanya luka / taruma di daerah perineum yang terjadi akibat proses persalinan dan bila terkena kotoran dapat terinfeksi.
4)    Vagina merupakan organ terbuka yang mudah dimasuki mikroorganisme yang dapat menjalar ke rahim.
            Untuk menjaga kebersihan vagina pada masa nifas dapat dilakukan dengan cara.
1)    Setiap selesai BAK atau BAB siramlah mulut vagina dengan air bersih.
2)    Bila keadaan vagina terlalu kotor, cucilah dengan sabun atau cairan antiseptic yang berfungsi untuk menghilangkan mikroorganisme yang terlanjur berkembangbiak di darah tersebut.
3)    Bila keadaan luka perineum terlalu luas atau ibu dilakukan episiotomi, upaya menjaga kebersihan vagina dapat dilakukan dengan cara duduk berendam dalam cairan antiseptik selama 10 menit setelah BAK atau BAB.
4)    Mengganti pembalut setiap selesai membersihkan vagina agar mikroorganisme yang ada pada pembalut tersebut tidak ikut terbawa ke vagina yang baru dibersihkan.
5)    Keringkan vagina dengan tissue atau handuk lembut setiap kali ikut terbawa ke vagina yang baru dibersihkan.
6)    Bila ibu membutuhkan salep antibiotik, dapat dioleskan sebelum memakai pembalut yang baru.
e.    Istirahat
            Kebutuhan istirahat sangat diperlukan ibu beberapa jam setelah melahirkan. Proses persalinan yang lama dan melelahkan dapat membuat ibu frustasi bahkan depresi apabila kebutuhan istirahatnya tidak terpenuhi. Bila ibu mengalami kesulitan untuk tidur pada malam hari, satu atau dua pertama setelah melahirkan, dapat diberikan bantuan obat tidur dengan mengkonsultasikannya terlebih dulu dengan dokter.
            Secara teoritis, pola tidur akan kembali mendekati normal dalam 2 sampai 3 minggu setelah persalinan.
            Kebutuhan tidur rata – rata pada orang dewasa sekitar 7 – 8 jam per 24 jam. Semakin bertambahnya usia, maka kebutuhan tidur juga akan semakin berkurang. Pada ibu nifas, kurang istirahat akan mengakibatkan :
1)    Berkurangnya produksi ASI.
2)    Memperlambat proses involusio uterus dan meningkatkan perdarahan.
3)    Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri.
f.     Seksual
            Masa nifas yang berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari merupakan masa pembersihan rahim. Sama hal nya seperti pada saat menstruasi, darah nifas mengandung trombosit, sel – sel degeneratif, sel – sel mati dam sisa sel – sel endometrium.
Ibu yang baru melahirkan boleh melakukan hubungan seksual kembali setelah 6 minggu persalinan. Batasan waktu 6 minggu didasarkan atas pemikiran pada masa itu semua luka akibat persalinan, termasuk luka episiotomi dan luka bekas sectio cesarea ( SC ) biasanya telah sembuh dengan baik. Bila suatu persalinan dipastikan tidak ada luka atau laserasi/robek pada jaringan, hubungan seks bahkan telah boleh dilakukan 3 – 4 minggu setelah proses melahirkan. Pada prinsipnya, tidak ada masalah untuk melakukan hubungan seksual setelah selesai masa nifas 40 hari. Homon prolaktin tidak akan membuat ibu kehilangan gairah seksual.
g.    Keluarga berencana
            Idealnya pasangan harus menunggu sekurang – kurangnya 2 tahun sebelum ibu hamil kembali. Biasanya wanita tidak akan menghasilkan telur ( ovulasi ) sebelum ia mandapatkan lagi haidnya selama menyusui. Oleh karena itu, metode amenorea laktasi dapat dipakai sebelum haid pertama kembali untuk mencegah terjadinya kehamilan baru. Resiko cara ini ialah 2 % kehamilan. Sebelum menggunakan metode KB, sebaiknya bidan menjelaskan bagaimana metode KB dapat mencegah kehamilan dan keefektifannya, kekurangannya, efek samping, bagaimana menggunakan metode KB, kapan metode tersebit dapat mulai digunakan untuk wanita pascasalin yang menyusui.
h.    Latihan nifas
            Senam nifas adalah nifas senam yang dilakukan oleh ibu ibu setelah persalinan, setelah keadaan ibu normal ( pulih kembali). Senam nifas merupakan latihan yang tepat untuk memulihkan kondisi tubuh ibu dan keadaan ibu secara fisiologis maupun psikologis.  Manfaat senam nifas antara lain :
1)    Memperbaiki sirkulasi darah sehingga mencegah terjadinya pembekuan ( trombosis) pada pembuluh darah terutama pembuluh tungkai.
2)    Memperbaiki sikap tubuh setelah kehamilan dan persalinan dengan memulihkan dan menguatkan otot – otot punggung.
3)    Memperbaiki tonus otot pelvis.
4)    Memperbaiki regangan otot tungaki bawah.
5)    Memperbaiki regangan otot abdomen setelah hamil dan melahirkan.
6)    Meningkatkan kesadaran untuk melakukan relaksasi otot – otot dasar panggul.
7)    Mempercepat terjadi proses involusio organ – organ reproduksi ( Dewi M 2012;47).
6.    Kebijakan Program Nasional
            Kebijakan program nasional pada masa nifas yaitu paling sedikit empat kali melakukan kunjungan pada masa nifas dengan tujuan untuk:
a.    Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi
b.    Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya.
c.    Mendeteksi adanya komplikasi atau maslah yang terjadi pada masa nifas.
d.    Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu kesehatan ibu nifas maupun bayinya.
            Adapun  yang di berikan sewaktu melakukan kunjungan masa nifas, yaitu :        
Tabel 2.3 Kunjungan Nifas
 Kunjungan
Waktu
Asuhan
I
6 – 8 jam post partum
Mencegah perdarahan masa nifas oleh karena atonia uteri.
Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan serta melakukan rujukan bila perdarahan berlanjut.
Memberikan konseling pada ibu dan keluarga tentang cara mencegah perdarahan yang disebabkan atonia uteri.
Pemberian ASI awal.
Mengajarkan cara mempererat hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
Menjaga bayi tetap sehat melalui pencegahan hipotermi.
Setelah bidan melakukan pertolongan persalinan, maka bidan harus menjaga ibu dan bayi untuk 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai keadaan ibu dan bayi baru lahir dalam keadaan baik.
II
6 hari post partum
Memastikan involusi uterus berjalan dengan normal, uterus berkontraksi dengan baik, tinggi fundus uteri dibawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal.
Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan.
Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup.
Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi dan cukup cairan.
Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar serta tidak ada tanda-tanda kesulitan menyusui.
Memberikan konseling tentang perawatan bayi baru lahir.
III
2 minggu post partum
Asuhan pada 2 minggu post partum sama dengan asuhan yang diberikan pada kunjungan 6 hari post partum.
IV
6 minggu post partum
Menanyakan penyulit-penyulit yang dialami ibu selama masa nifas.
Memberikan konseling KB secara dini.
Sumber : Damai Y 2014 ; 3.

B.   Konsep Dasar Tentang Seksio Sesarea
1.    Pengertian Seksio Sesarea Menurut Para Ahli, yaitu :
a.    Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Wiknjosastro dkk, 2010).
b.    Seksio sesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi  dengan berat diatas 500 g, melalui sayatan pada dinding uterus melalui dinding uterus yang masih utuh ( intact).  ( Maternal Dan Neonatal Sarwono, 2009).

2.    Indikasi Seksio Sesarea
a.    Indikasi pada ibu :
1)    Panggul sempit absolut.
2)    Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi.
3)    Stenosis serviks / vagina.
4)    Plesenta previa.
5)    Ruptura uteri mengancam.
6)    Preeklamsi dan hipertensi.
7)    Partus lama
b.    Indikasi pada janin :
1)    Kelaianan letak.
2)    Gawat janin (Wiknjosastro dkk, 2010).
3.    Jenis-Jenis Operasi Seksio Sesarea
a.    Abdomen (Seksio Sesarea Abdominalis)
1)    Seksio sesarea transperitonealis
a)    Seksio sesarea klasik atau korporal dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm.
b)    Seksio sesarea ismika atau profunda dilakukan dengan membuat sayatan melintang-konkaf pada segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm.
2)    Seksio sesarea ekstraperitonealis, yaitu tanpa membuka peritonium perietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal.
b.    Vagina (Seksio Sesarea Vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, seksio sesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
1)    Sayatan memanjang (longitudianl) menurut Kronig.
2)    Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr.
3)    Sayatan huruf T (T-incision) (Mochtar, 1998).
4.    Komplikasi Operasi Seksio Sesarea
a.    Infeksi puerperal (nifas)
1)    Ringan, dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
2)    Sedang, dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung.
3)    Berat, dengan peritonitis sepsis dan ileus paralitik.
Penanganganannya adalah dengan pemberian cairan, elektrolit dan antibiotika yang adekuat dan tepat.
b.    Perdarahan, disebabkan karena :
1)    Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.
2)    Atonia uteri.
3)    Perdarahan pada plecental bed.
c.    Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu tinggi.
5.    Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang (Mochtar, 1998).
6.    Nasihat Pasca Operasi
a.    Dianjurkan jangan hamil selama lebih kurang satu tahun, dengan memakai kontrasepsi.
b.    Kehamilan berikutnya hendaknya diawasi dengan antenatal yang baik.
c.    Dianjurkan untuk bersalin dirumah sakit yang besar.
d.    Apakah persalinan yang berikut harus dengan seksio sesarea bergantung dari indikasi seksio sesarea dan keadaan pada kehamilan berikutnya (Mochtar, 1998).
C.   Konsep Dasar tentang Nyeri
1.    Pengertian
Terdapat beberapa defenisi nyeri diantaranya:
a.    Association for the study of pain menyatakan nyeri merupakan pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan yang muncul dari kerusakan jaringan secara aktual atau potensial atau menunjukkan adanya kerusakan.
b.    Suatu sensori yang tidak menyenangkan dari suatu pengalaman emosional yang disertai kerusakan secara aktual / potensial (medical surgical nursing)
c.    Suatu perasaan yang tidak menyenangkan dan disebabkan oleh stimulus sfesifik mekanis, kimia, elektrik pada ujung-ujung syaraf serta tidak dapat diserahterimakan kepada orang lain
d.    Menurut The Taxonomi Commitee of the International Association For The Study of pain (IASP):
1)    Nyeri sebagai suatu pengalaman sensori atau emosional yang tidak menyenangkan, berkaitan dengan adanya atau potensial adanya lesi jaringan
2)    Nyeri dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai suatu yang kompleks, invidual, dan fenomena multi faktor yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu psikologis, biologis, sosiokultural dan ekonomis.
2.    Klasifikasi nyeri
Nyeri umumnya dibagi dua yaitu nyeri akut dan nyeri kronis ;
a.    Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, tidak melebihi 6 bulan, dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot.
b.    Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan biasanya berlangsung dalam waktu yang cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Yang termasuk dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis dan psikosomatik. Perbedaan nyeri akut dan kronis :
Tabel 2.4 Perbedaan Nyeri Akut Dan Kronis
Karakteristik
Nyeri akut
Nyeri kronis
Pengalaman
Suatu kejadian
Suatu situasi, suatu eksistensi
Sumber
Sebab eksternal atau penyakit dari dalam
Tidak diketaui atau pengobatan yang terlalu lama
Serangan
Mendadak
Bisa mendadak, berkembang dan terselubung
Waktu
Sampai 6 bulan
Lebih dari 6 bulan sampai bertahun-tahun
Pernyataan nyeri
Daerah nyeri tidak diketahui dengan pasti
Daerah nyeri sulit dibedakan intensitas sehinnga sulit dievaluasi (perubahan perasaan)
Gejala-gejala klinis
Pola respon yang khas dengan gejala yang lebih jelas
Pola respon yang bervariasi sedikit gejala-gejala
Pola
Terbatas
Berlangsung terus dapat bervariasi
Perjalanan
Biasanya berkurang setelah beberapa saat
Penderitaan meningkat setelah beberapa saat
                        Sumber :  Anik M 2010; 9.
3.    Tindakan untuk mengurangi nyeri  
            Beberapa tindakan pemberian rasa nyama biasa digunakan dan dianjurkan oleh bidan atau oleh non-profesional.
a.    Air hangat
Air secara luas digunakan untuk tujuan terapeutik, dan mandi dengan air hangat secara holistik sangat memberi kenyamanan, serta mengurangi nyeri perineum. Terdapat beberapa bukti bahwa rendam duduk ( mandi yang hanya merendam pinggul dan bokong). Berendam di dalam air hangat juga mengubah suhu luka.
b.    Terapi dingin
Kompres es dan versi terapi dingin lainnya biasa digunakan untuk meredakan nyeri lokal. Uji terbaru melaporkan bahwa kemasan gel dingin yang secra khusus dirancang untuk digunakan pada perineum mungkin lebih bermanfaat daripada kompres es. Penggunaan sesuatu yang dingin akan menyebabkan vasokonstriksi, mengurangi edema dan juga mengurangi nyeri. Terapi dinnakagin harus  digunakan dengan hati – hati, hanya dapat dilakukan dalam interval waktu 24 – 48 jam.
c.    Zat herba
Berbagai zat herba telah digunakan sebagai “kompres” perineum pada pembalut atau sebagai tambahan mandi, tetapi tidak ada bukti yang jelas bahwa zat ini mengurangi maupun memperbaiki penyembuhan. Namun, herba seperti daun comfrey, bunga levender dan calendula, di buat dalam bentuk “teh” dan digunakan sebagai pembasuh perineum telah dilaporkan efektif. Obat herba harus  harus diresepkan oleh ahli herba yang memenuhi syarat ( seorang anggota National Institute of Medical Herbalist), dan bidan hanya boleh memberikan saran sesuai area kecakapan mereka.
d.    Tidur
Nyeri dapat dialihkan dengan tidur, yang juga memengaruhi penyembuhan, dan penyembuhan yang lebih lambat tidak hanya memperpanjang nyeri tetapi juga menyebabkan infeksi.
e.    Kegel ( latihan dasar panggul)
Lakukan latihan yang memperkuat otot-otot di dekat sayatan untuk membantu daerah itu cepat sembuh. Caranya, kencangkan daerah seolah-olah sedang mencoba menahan pipis. Tahan kontraksi selama 10 detik, lalu lepaskan. Ulangi 20 kali sehari. Latihan ini dapat dilakukan kapan saja.
f.     Analgesia oral seperti parasetamol dapat diberikan setiap 4- 6 jam (janet M dkk 2012; 455)

D.   Tinjauan umum tentang standar Asuhan kebidanan
1.    Pengertian standar asuhan kebidanan
Standar asuhan kebidanan adalah acuan dalam proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan. Mulai dari pengkajian, perumusan diagnosa dan atau masalah kebidanan, perencanaan, implementasi, evaluasi, dan pencatatan.


a.     Standar I  : Pengkajian
Bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat, relevan dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
Kriteria pengkajian :
1)    Data tepat, akurat dan lengkap
2)    Terdiri dari data subjektif (hasil anamnesa: biodata, keluhan utama, riwayat obstetri, riwayat kesehatan dan latar belakang sosial budaya).
3)    Data objektif (hasil pemeriksaan fisik, psikologis dan pemeriksaan penunjang.
b.     Standar II : Perumusan Diagnosa dan atau Masalah Kebidanan
Bidan menganalisa data yang diperoleh pada pengkajian, menginterpretasikannya secara akurat dan logis untuk menegakan diagnosa dan masalah kebidanan kebidanan yang tepat.
Kriteria perumusan diagnosa dan atau masalah :
1)    Diagnosa sesuai dengan nomenklatur kebidanan
2)    Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien
3)    Dapat diselesaikan dengan Asuhan Kebidanan secara mandiri, kolaborasi, dan rujukan.


c.     Standar III  : Perencanaan
Bidan merencanakan asuhan kebidanan berdasarkan diagnosa dan masalah yang ditegakkan.
Kriteria perencanaan :
1)    Rencanakan tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah dan kondisi klien; tindakan segera, tindakan antisipasi dan asuhan secara komprehensif.
2)    Melibatkan klien/ pasien dan atau keluarga
3)    Mempertimbangkan kondisi psikologi, sosial budaya klien/ keluarga.
4)    Memilih tindakan yang aman sesuai kondisi dan kebutuhan klien berdasarkan evidence based dan memastikan bahwa asuhan yang diberikan bermanfaat untuk klien.
5)    Mempertimbangkan kebijakan dan peraturan yang berlaku sumber daya serta fasilitas yang ada.

d.     Standar IV  : Implementasi
Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara komprehensif, efektif, efisien, dan aman berdasarkan avidence based kepada klien/ pasien, dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan.
Kriteria Implementasi :
1.)  Memperhatikan keunikan klien sebagai makhluk bio-psiko sosial- spiritual-kultural.
2.)  Setiap tindakan asuahan harus mendapatkan persetujuan dari klien dan atau keluarganya (inform consent)
3.)  Melaksanakan tindakan asuhan berdasarkan evidece based
4.)  Melibatkan klien/ pasien dalam setiap tindakan
5.) Menjaga pricacy klien/ pasien
6.)  Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi
7.)    Mengikuti perkembangan kondisi klien secara berkesinambungan
8.)  Menggunakan sumber daya, sarana dan fasilitas yang ada dan sesuai
9.)  Melakukan tindakan sesuai standar
10.)              Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan
e.     Standar V  : Evaluasi
Bidan melakukan evaluasi secara sitimatis dan berkesinambungan untuk melihat keefektifandari asuhan yang sudah diberikan, sesuai dengan perubahan perkembangan kondisi klien.
Kriteria Evaluasi :
1)    Penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan sesuai kondisi klien.
2)    Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasi pada klien dan keluarga
3)    Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar
4)    Hasil evaluasi ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi klien/ pasien.
f.       Standar VI  : Pencatatan Asuhan Kebidanan
Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat dan jelas mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam memberikan asuahan kebidanan.
Kriteria pencatatan asuhan kebidanan :
1)    Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada formulir yang tersedia (rekam medis/ KMS/ status pasien/ buku KIA).
2)    Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP
3)    S adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa
4)    O adalah data objektif, mencatat hasil pemeriksaan
5)    A adalah hasil analisa, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan
6.)  P adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi evaluasi/ follow up dan rujukan.                   
Pola pikir dibuat dalam bentuk skema yang dikembangkan sesua dengan standar yang berperan dalam asuhan kebidanan sebagai berikut.
Alur Pikir
PENDOKUMENTASIAN









PENATALAKSANAAN
Mencatat seluruh perencanaan
STANDAR ASUHAN

Standar Asuhan
ASUHAN KEBIDANAN TERSTANDAR
STANDAR I
Pengkajian data dasar
STANDAR II
Perumusan Diagnosa/ masalah Kebidanan
Objektif
Hasil pemeriksaan fisik, Laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.
Subjektif
(Hasil Anamnese)
Analisis
Hasil Analisis (Diagnosa) & Masalah kebidanan
 








STANDAR III
Perencanaan
\
STANDAR V
Evaluasi Asuhan
STANDAR IV
Implementasi/ Pelaksanaan Asuhan
-     Tindakan Antisipatif
-     Tindakan Segera
-     Tindakan komprehensif
o  Penyuluhan
o  Dukungan
o  kolaboratif
·    Evaluasi/ follow up
·    Rujukan
 









Sumber : KepMenkes No. 938/Menkes/SK/VIII/2007, tentang standar asuhan kebidanan.


E.   Tinjauan Umum Tentang Peran dan Fungsi Bidan
1. Peran Bidan
Peran merupakan tingkah lakuyang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam suatu system. Dalam melaksanakan profesinya, bidan memiliki peran sebagai pelaksana, pengelola, pendidik, dan peneliti (Rury, 2012).
a.Peran sebagai pelaksana
Sebagai pelaksana bidan mempunyai 3 kategori tugas, yaitu tugas mandiri, tugas kolaborasi, dan tugas ketergantungan/merujuk.
1)    Tugas Mandiri
Tugas-tugas mandiri bidan, yaitu:
a)    Menetapkan manejemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang diberikan.
b)    Memberi pelayanan dasar pra nikah pada anak remaja dan melibatkan mereka sebagai klien.
c)    Member asuhan kepada klien selama kehamilan normal.
d)    Memberikan asuhan kebidanan kepada klien yang berada dalam masa persalinan dengan melibatkan klien atau keluarga.
e)    Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.
f)     Memberikan asuhan kepada klien dalam masa nifas dengan melibatkan klien atau keluarga.
g)    Memberikan asuhan kebidanan pada perempuan usia subur yang membutuhkan pelayanan keluarga berencana.
h)   Memberikan asuhan kebidanan pada perempuan dengan gangguan system reproduksi dan perempuan dalam masa klimakterium serta menepouse.
i)     Memberikan asuhan pada bayi dan balita dengan melibatkan keluarga.
2)    Tugas kolaborasi
Tugas-tugas kolaborasi (kerjasama) bidan, yaitu:
a)    Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.
b)    Member asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan risiko tinggi dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
c)    Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan risiko tinggi serta keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.
d)    Memberikan asuhan kebidnan ada ibu dalam masa nifas dengan risiko tinggi, serta pertolongan pertama dengan dalam keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama klien dan keluarga.
e)    Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko tinggi dan pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruratan, yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama klien dan keluarga.
f)     Memberikan asuhan kebidanan pada balita dengan risiko tinggi serta pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama klien dan keluarga.
3)    Tugas ketergantungan / merujuk
a)    Menerapkan manejemen kebidanan, pada setiap asuhan kebidanan sesuia dengan fungsi keterlibatan klien dan keluarga.
b)    Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada kasus kehamilan dengan risiko tinggi serta kegawatdaruratan.
c)    Memberikan asuhan kebidanan melalui kosultasi serta rujukan pada masa persalinan dengan penyulit tertentu, dengan melibatkan klien dan keluarga.
d)    Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu dalam masa nifas yang disertai penyulit tertentu dan kegawatdaruratan dengan melibatkan klien dan kleuarga.
e)    Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan kelainan tertentu dan kegawatdaruratan ang memerlukan konsultasi serta rujukan dengan melibatkan keluarga.
f)     Memberikan asuhan kebidanan pada anak balita dengan kelainan tertentu dan kegawatdaruratan yang memerlukan konsultasi serta rujukan serta rujukan dengan melibatka klien/keluarga.
1.)  Peran sebagai pengelola
Sebagai pengelola bidan memiliki 2 tugas, yaitu:
a.)  Mengembangkan pelayanan dasar kesehatan
Bidan bertugas untuk mengembangkan pelayanan dasar kesehatan, terutama kesehatan untuk individu, keluarga kelompok khusus, dan masyarakat diwilayah kerja dengan melibatkan masyrakat/klien.

b.)  Berpartisipasi dalam tim
Bidan berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sector lain diwilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, kader kesehatan, serta tenaga kesehatan lain yang dibawah bimbingan dalam wilayah kerjanya.
2.)  Peran sebagai pendidik
a.)  Memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan pada klien.
b.)  Melatih dan membimbing kader.
3.)  Peran sebagai peneliti
Bidan melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang terapan baik secara mandiri maupun berkelompok.
a.)  Mengidentifikasi kebutuhan ivestigasi yang akan dilakukan
b.)  Menyusun rencana kerjapelatihan
c.)   Melaksanakan investigasi sesuai dengan rencana
d.)  Mengolah dan menginterpretasikan data hasil investigasi
e.)  Menyusun hasil laporan investigasi dan tindak lanjut
f.)    Memanfaatkan laporan investigasi untuk meningkatkan dan mengembangkan program kerja atau pelayanan kesehatan.
2.    Fungsi Bidan
Fungsi bidan merupakan pekerjaan yang harus dilakukan sesuia dengan perannya. Berdasarkan perannya seperti yang dikemukakan diatas maka fungsi bidan adalah :
a.  Fungsi pelaksana
b.  Fungsi pengelola
c.  Fungsi pendidik
d.  Fungsi peneliti



Tidak ada komentar: